Sunday, August 18, 2013

4 Bulan Menuju Masa: #3 Suatu Masa Sebelum Kisah Dimulai


Ditulis oleh: Adek @retnorightnow



Sebelum bercerita lebih jauh, aku ingin memulai dengan sebuah pengakuan tentang kondisiku sebelum aku bertemu dengan Abang, yang sudah sedikit digambarkan oleh Abang pada tulisannya sebelum ini.


Sampai awal maret 2013 silam tak pernah terpikirkan oleh ku tentang menikah di usia muda, dalam waktu dekat. Malah, selama berbulan-bulan lamanya aku ini terjangkit semacam ‘penyakit’ : cenderung sebal ketika mendengar apapun tentang pernikahan. Ya, apapun. Setiap mengetahui ada yang menikah (terlebih kalau pasangan yang akan menikah itu masih muda), baik itu saudara, tetangga, artis, teman atau siapapun, aku secara refleks langsung memalingkan muka, hati dan pikiran. Hal yang sama juga terjadi ketika aku tak sengaja melihat baju pernikahan, kue pernikahan, janur kuning pernikahan, undangan pernikahan atau bahkan poster kajian pernikahan..


Sebab ‘penyakit’-ku ini jelas bukan karena aku pernah gagal dalam rumah tangga (aku kan belum pernah menikah saat itu), bukan pula karena pernah melihat kasus KDRT. Bukan karena aku iri karena juga ingin menikah di usia muda, bukan karena aku tidak mengerti bahwa menikah adalah kebutuhan setiap manusia.. Bukan. Sebuah kejadian di masa lalu tanpa sadar telah membuatku takut akan pernikahan dan semakin hari perasaan itu semakin kuat, terlebih karena aku tak pernah benar-benar mencari solusi atas ‘penyakit’-ku ini. Atas nama masa lalu, kubiarkan ia tumbuh tanpa perlawanan dariku. Salah satu hal yang meyebabkan aku berpaling ketika menemui hal-hal yang berhubungan dengan pernikahan : aku merasa kalah dan tak berdaya dibandingkan dengan para pasangan itu, mereka adalah orang-orang yang punya persepsi normal tentang cinta dan pernikahan, sedangkan aku malah terjerat ‘penyakit’ aneh ini. Sungguh tidak adil.


Akhirnya semuanya sudah berada di ambang batas. Dalam diamku, ‘penyakit’ ini sudah semakin parah dan aku hanya punya dua pilihan : sembuh total dan menjadi orang normal atau kalah dan terlabeli sebagai orang yang tidak memiliki keinginan untuk menikah. Rasio dan hati nuraniku pun memberontak, melawan ‘penyakit’ ini. Perlahan-lahan kuproses ulang diriku, kususun kembali persepsi mengenai cinta dan pernikahan. Hal yang paling penting adalah : aku harus sadar dan mau menyadari bahwa aku telah melakukan kesalahan. Kemudian kusadari satu hal : untuk membantu pemulihanku, aku harus banyak bergerak, dalam berbagai arti, agar ‘penyakit’ ini tidak lagi memengaruhiku. Ya, kesendirian dan kediamanku menjadi semacam celah yang terbuka lebar bagi ‘penyakit’-ku untuk memasuki kehidupanku lagi.


Pertengahan Maret 2013, aku berdiri di depan mading gedung VII FIB UI dan memerhatikan sebuah poster dari sebuah komunitas bernama Tirai Masa. “Open Recruitment for Core Team”, itulah tulisan yang tertera di sana. Rasa penasaran membuatku lama berdiri di situ, mencerna setiap sentimeter isi poster itu. Ada empat divisi yang di buka : scholarship, fiction writing, non-fiction writing dan public speaking. Ahh.. benar-benar beruntung. Selama ini aku selalu kagum menyaksikan kepiawaian para public speaker dan selalu ingin bisa berbicara di depan umum sebaik mereka. Terlebih lagi, inilah yang amat kubutuhkan, inilah momentum bagiku untuk bergerak, move on.


Kupandangi satu per satu wajah yang ada di poster itu, membayangkan diriku bergerak bersama mereka dalam komunitas Tirai Masa.. Hanya dua wajah yang kukenal di komunitas itu tapi kurasakan wajah mereka semua begitu bersahabat. Sudah kuputuskan : aku akan bergabung dengan Tirai Masa di divisi public speaking. Entah kenapa, mendadak aku merasa begitu antusias. Kurasakan ada kebahagiaan yang akan menyambutku di depan sana. Aku yakin, Tirai Masa tidak hanya akan membuatku belajar lebih banyak tentang public speaking, tetapi juga sekaligus membuatku lupa akan ‘penyakit’-ku. Setelah bergabung aku pun tau, Tirai Masa memang mewujudkan keduanya, bahkan lebih, melampaui yang kubayangkan.. 


Di Tirai Masa-lah aku bertemu dengannya..


1 comment:

  1. Shikamaru? Shikamaru yori, Naruto mita to omou wa yo. Dakara, nani ga attemo, gambare!

    ReplyDelete