Tuesday, August 6, 2013

4 Bulan Menuju Masa: #1 Awal Mula

Ditulis oleh: Abang @KhrytMohamad

Kamu boleh terkejut, kawan. Aku, Khryt Mohamad, sudah sedari kecil memikirkan tentang pernikahan. Ia adalah sebuah impian yang selalu ingin kugapai. Sungguh. Pernah dulu semasa SMA, kucoba melamar teman dari masa kecil. Namun, ditolak tanpa pikir panjang. Wajar, sih, melamarnya juga tanpa pikir panjang! Sampai merela-relakan diri pergi ke pekalongan dengan uang pas-pas-an, hanya untuk melamarnya. Benar-benar nekad. Apaboleh buat, rasa suka sudah ada semenjak kami duduk di kelas yang sama, di bangku Madrasah Ibtidayah.

Pelajaran pertama tentang cinta: Boleh jadi kamu menyukai dan mengenal lama seseorang, tapi belum tentu ia jodohmu.


Tahun demi tahun terlewati dengan hati tersimpan di dalam brankas imajiner. Dirantai besar. Dimasukan lagi ke dalam brankas yang lebih besar, lalu dirantai dan digembok lagi dengan rantai dan gembok terbaik di dunia. Kuncinya? Kubuang jauh-jauh di laut, kubiarkan tenggelam, hingga tiba di sisi tergelap lautan yang tak bisa dijangkau oleh siapapun. Tetapi, saat itu, pertengahan maret, ada seseorang yang tak sengaja membukanya. Mengambil hatiku dengan paksa. Anehnya, aku pasrah saja.
Hari itu, hari wawancara untuk rekrutmen pengurus Tirai Masa.

*******

Kamu yang pernah menonton Naruto, mestilah tahu tentang Shikamaru, si jenius-pemalas. Kurang lebih begitu juga gambaran sifatku: aku malas melakukan aktivitas dengan banyak orang—karena menurutku sendiri adalah masa yang lebih menyenangkan—tetapi aku tergolong orang yang sungguh-sungguh ketika saat melaksanakannya. Ditambah lagi, aktivitas kali ini dilakukan bersama orang-orang yang memiliki impian dan serius untuk mewujudkannya. Aku yang sedang bermalas-malas di rerumputan FIB, dipanggil olehnya melalui pesan singkat.

“Bro Khryt, lagi di mana? Hari ini aye mau wawancara Ratih sama Eno nih. Bisa dateng gak?”

Agak menyebalkan. Kenapa? Karena perjanjiannya aku hanya akan mewawancara pria, bukan wanita. Tetapi toh sepertinya tak ada ruginya ikut mengetahui siapa-siapa saja wanita yang akan tergabung di Tirai Masa.

Tiba dilokasi wawancara kutatap lekat 2 orang yang duduk di hadapan Greta. “oh, kalian ya yang mau daftar jadi pengurus?” Tanyaku dengan senyum simpul. Tunggu, kubilang senyum kan? Ini senyum benaran. Meskipun kamu tahu hatiku barusan agak sebal, aku bisa mendadak berubah senang ketika menghadapi orang dengan “aura” yang menyenangkan.

Aku dan Greta berganti-gantian menanyakan alasan mereka ingin tergabung di Tirai Masa. Greta memulai pertanyaan ke Ratih, aku memulai pertanyaan ke Eno. Selebihnya tinggal saling menimpali. Lamat-lamat aku mendengar cara mereka menjawab, aku menangkap salah satu dari mereka punya sebuah sinyal kedewasaan pola pikir. Matang sekali. Ditambah dengan iringan nada bicara yang kuat tanpa keraguan. Berkali-kali juga ia berhasil menerjemahkan kediaman yang dialami sahabat di sampingnya. Ratih memang banyak diam, Eno yang menerjemahkan.

“Ratih hobinya apa?” Tanya Greta penasaran. Ratih hanya terdiam, cukup lama. Ia pun menatap lekat sahabatnya. Tanpa perlu waktu panjang, Eno angkat bicara.

“Kak, ratih malu ngomong  dan minta aku yang nyampein. Hobinya main pedang lho kak... terus....” Panjang ia bicara mengenai sahabatnya. Padahal tadi tak ada sedikitpun komunikasi kata, hebatnya lagi Ratih tersenyum puas, seolah apa yang ingin ia bicarakan tersampai semuanya melalui Eno. Hanya ada dua kemungkinan menurutku: hubungan mereka yang teramat dekat, atau dia memang mampu menerjemahkan kediaman seseorang (boleh jadi di keluarganya ia terbiasa dengan hal-hal implisit).

Tapi yang terpenting dari semuanya, caranya bertutur, merespon, dan menerjemahkan sudah membongkar brankas yang menyimpan hati. Tanpa ia sadari, ia telah menggenggam erat hatiku. Genggamannya membuatku ingin menelusuri segala hal tentang dirinya. Seperti apa dia? Bagaimana karakter sepertinya bisa terbentuk kuat? Kenapa ia membongkar paksa dan mencuri hatiku?
Aku ingin lebih mengetahui tentangnya.
....

Ah, sepertinya ini bukan simpati biasa. Aku... Jatuh Hati.

No comments:

Post a Comment