Thursday, March 17, 2016

Berapa sih modal buat nikah?

Ditulis oleh : Mutti eno

Tak terasa tahun 2016 segera akan memasuki bulan ke-4. Bagaimana kabar kita saat ini? Baik kah? Bagaimana kabar impian-impian a.k.a resolusi yang kita tuliskan di penghujung tahun 2015 kemarin?

Di usia-usia kita saat ini, ada salah satu topik yang begitu fenomenal, yang gaungnya ramai terdengar dimana-mana : MENIKAH. Sebagian dari teman-teman mungkin ada yang sudah menikah, ada pula yang sedang menjalani proses menjelang pernikahan, ada yang mencari atau menanti jodoh, ada juga yang masih belum berpikir tentang salah satu fase terbesar kehidupan tersebut. 

Bicara tentang pernikahan, ada satu pertanyaan besar yang pasti muncul dalam benak, Berapa sih modal buat nikah? Kenyataannya, pertanyaan yang satu ini seringkali tak sekadar muncul dalam benak, tetapi juga menghantui atau bahkan meneror benak para calon pasangan yang hendak mewujudkan cinta. Maka kali ini saya ingin berbagi pengalaman tentang modal nikah.
*********

Seorang kawan saya yang masih lajang pernah iseng bertanya kepada saya beberapa bulan lalu, "Eno, waktu nikah dulu abis biaya berapa?"
Saya pun lantas tersenyum mendengar pertanyaan itu. "3 juta", jawab saya pendek.
"Seriusan??", kawan saya itu nampak terheran-heran. Saya pun tertawa-tawa kecil, menikmati ekspresi wajah kawan saya saat itu yang tampak kaget mendengar jawaban saya.
Ya, alhamdulillah Allah telah memberikan kemudahan bagi saya dan suami saya, M Ryan Saputra, kala kami menikah 27 juni 2013 silam.
Pertama bertemu di kampus FIB UI tercinta pada akhir maret 2013, saling jatuh cinta, kemudian mantap untuk menikah karena bagi kami, pernikahan adalah wujud keseriusan cinta. Niatan indah kami ini bukanlah tanpa hambatan. Sebelum akhirnya menjadi orang yang paling mendukung rencana pernikahan kami, pada awalnya ayah saya begitu skeptis terhadap niatan kami untuk menikah saat masih berkuliah. Kala itu kami berjuang, berdoa, belajar, menabung, menyiapkan diri, melakukan apapun yang kami bisa untuk mewujudkan niatan kami : sesegera mungkin menikah, karena niat baik tak baik bila terus ditunda.
Saat restu telah berada di tangan, kami lantas bergerak (sangat) cepat mengurus segala-galanya. Berbekal sedikit tabungan dan kebaikan seorang kawan, alhamdulillah kami mempunyai dana 3juta rupiah untuk menikah, dan itu lebih dari cukup bagi kami.
Kira-kira beginilah rinciannya :
1 juta untuk mengurus administrasi dan dokumen2 pernikahan (RT, RW, kelurahan, kecamatan, KUA). Ini terhitung mahal karena kami baru mendaftarkan berkas ke KUA pada H-4 dari tanggal akad nikah, sehingga dikenakan biaya penalti.
1 juta untuk konsumsi keluarga dan kerabat yang hadir pada prosesi akad nikah kami yang berlangsung di aula KUA.
1 juta untuk mas kawin, cincin, dan kebutuhan lainnya. Pakaian yang kami pakai saat akad nikah : kebaya milik sendiri, jas pinjaman dari sahabat baik, dan kakak kandung saya lah menjadi penata rias saya.
*******

Tahun 2016 sudah sepertiga jalan. Dari sekian banyak resolusi yang teman-teman rencanakan, mungkin menikah di tahun ini adalah salah satunya. Jika demikian, saya berdoa semoga Allah kabulkan niat baik tersebut. Satu hal yang ingin saya sampaikan, indah atau tidaknya kehidupan pernikahan tidak bergantung kepada mewah atau tidak mewahnya prosesi pernikahan yang diadakan. Bisa mengadakan resepsi pernikahan dan menjamu banyak tamu dengan suguhan yang istimewa adalah hal yang tentu saja indah dan menyenangkan, namun jangan sampai karena alasan "belum punya modal" lantas niat baik itu kian ditunda-tunda padahal jodoh sudah tersedia. Masih banyak hal lain yang perlu "dirisaukan" dan disiapkan, ketimbang resepsi pernikahan yang mewah nan megah. Kesiapan mental, ilmu, niat, visi untuk menikah, jelas lebih utama.

Maka pertanyaan yang sesungguhnya bukanlah "BERAPA sih modal nikah?", melainkan "APA aja sih modal nikah?"

KAMI KEMBALI!

Dengan munculnya tulisan ini, maka kami umumkan dengan gembira bahwa,

KAMI KEMBALI! :D

Ya, kami telah menyudahi "libur panjang" ini dan aktif kembali menulis dan berbagi di blog ini. Mohon maafkan kami yang menghilang selama hampir dua tahun lamanya tanpa sapa kepada teman2 semua. Begitu banyak hal terjadi, perubahan di sana sini semenjak terakhir kali kami menulis di sini pada juni 2014. Kami harap tidak ada kata terlambat bagi kami untuk memulai kembali dan meneruskan perjalanan blog ini :)

Bukankah sebaik-baiknya manusia ialah manusia yang bermanfaat bagi sesama dan sebaik-baiknya perlombaan ialah perlombaan dalam kebaikan? Maka inilah langkah-langkah kebaikan yang sekiranya bisa kami lakukan untuk menjadi sebaik-baik manusia : berbagi kisah dan pengalaman kami sebagai pasangan mahasiswa rumah tangga :)

Friday, June 13, 2014

Cerita Mikaria, Keajaiban yang Terasa Mimpi

Ditulis oleh : Adek @retnorightnow

“Kayaknya abis ini gara-gara UTS wacana aku langsung lahiran deh, ahahaha..”

Masih kuingat dengan jelas kata-kataku waktu itu. Jumat, 28 Maret 2014 adalah hari pertama dimulainya UTS semester enam ini. Hari itu adalah UTS mata kuliah Wacana, mata kuliah budaya yang sukses membuat hampir seluruh mahasiswanya ketar-ketir, lantaran pembahasannya yang cukup kompleks. Aku pun demikian.  Setelah sekitar 120 menit, dengan menghasilkan kertas ujian yang hampir penuh terisi deretan paragraf jawaban, aku merasa lega, walaupun tidak sepenuhnya yakin dengan jawaban-jawabanku, setidaknya satu UTS telah kulewati.

Rasa-rasanya aku tidak pernah begitu menginginkan UTS segera berlalu lebih daripada kala itu. Mengapa? Karena ada dua momen penting –yang satu penting, yang satu lagi sangat sangat penting- yang saling kejar-kejaran untuk lebih dahulu terjadi dalam hidupku. Momen itu adalah UTS dan kelahiran anak pertamaku. Meskipun prediksi kelahiran jatuh pada tanggal 14 April, mengingat usia kehamilanku yang sudah memasuki minggu ke-38, waktu kelahiran sudah ‘bisa kapan saja’ terjadi, itu yang dikatakan bidanku. Hal ini membuatku sedikit gelisah. Harapanku kala itu, aku akan melahirkan setelah semua UTS-ku selesai agar bisa melahirkan dengan ‘tenang’. Maklum, ini adalah momen melahirkan pertamaku dan tidak bisa dipungkiri, seberapapun aku berusaha tetap tenang, terselip sedikit rasa takut kalau-kalau proses persalinanku nanti menemui kendala.

Alhamdulillah. Memang, Allah SWT Maha Pemberi Kekuatan, yang mengetahui kekuatan hamba-Nya lebih dari yang hamba-Nya sendiri yakini dan rasakan. Maksud hati ingin bercanda dan mengekspresikan tingkat kesulitan UTS wacana, ucapanku kala itu berbuah kenyataan.

Sabtu, 29 Maret 2014, aku merasa tidak enak badan. Pusing, lemas dan agak demam. Seperti halnya diriku, abang mendapat firasat bahwa waktu kelahiran anak kami tidak akan lama lagi, atau bisa dibilang, abang berharap demikian. Ya, abang adalah orang nomor satu (aku nomor dua) yang paling menanti-nanti kelahiran anak kami. Matanya berbinar-binar setiap kali mengingat bahwa dirinya akan segera menjadi seorang ayah. Di suatu malam, bahkan, abang pernah menangis tanpa alasan yang jelas, setidaknya awalnya begitulah pikirku. Setelah kutanya mengapa, tau tidak apa jawabannya? “Abang kangen banget sama anak kita.. Abang udah gak sabar pingin cepet ketemu sama dia..” Sejak saat itu, abang semakin gencar saja menginginkan persalinan lekas terjadi. “Akhir minggu ini, kamu lahiran yaa..” atau “udah, lahirannya sebelum UTS aja..” adalah kalimat-kalimat yang sangat sering abang katakan. Maka, melihat kondisiku yang tidak sehat kala itu, abang pun memutuskan untuk membatalkan kegiatannya hari itu dan menemaniku di rumah.

Keesokan paginya jam 5 subuh, aku terbangun dari tidurku dengan rasa sakit di perutku. Aku lantas membangunkan abang yang masih tertidur di sebelahku. “Abang, kayanya aku bakal lahiran hari ini..”. Abang pun langsung menunjukan ekspresi kesenangan saat akhirnya kalimat itu terlontar juga dari mulutku.

Rasa sakit di perut membuatku kesulitan bergerak, termasuk untuk sholat subuh. Rasa sakitnya datang dan pergi, dan saat rasa sakitnya datang, tidak ada yang bisa kulakukan selain meringkuk di tempat tidur seraya memegangi perutku. Setelah bersiap-siap, aku dan abang bergegas ke klinik bersalin jam 9 pagi. Ternyata saat itu aku sudah pembukaan dua. Bidan lalu menyuruhku untuk pergi berjalan-jalan di sekitar klinik sambil menunggu pembukaan semakin besar. Tampak aneh bukan? Menjelang persalinan, ibu hamil memang harus banyak bergerak dan berjalan untuk mempercepat proses pembukaan jalan lahir. Alhasil, jadilah aku dengan dituntun abang, pergi keluar klinik dan berjalan-jalan. Pagi itu adalah salah satu pagi yang paling menakjubkan dalam hidupku. Duduk di pinggir jalan, makan es krim rainbow kesukaanku dan membeli pisang berjalan kaki bersama abang, sambil sesekali menunduk dan mencengkram tangan abang saat rasa sakitnya kembali datang. Menjelang tengah hari, seiring rasa sakit yang semakin memuncak, kami memutuskan untuk kembali ke klinik dan berjalan-jalan mondar-mandir di ruangan klinik, ya, abang pun ikut berjalan mondar-mandir, naik turun tangga sambil dengan sabar menggandengku. Orang-orang yang datang ke klinik memandangiku dengan pandangan simpati, mereka tau bahwa aku sedang menunggu waktu persalinan. Jam 12 aku dengan dibimbing oleh abang dan bidanku memasuki ruang bersalin. Itu adalah pertama kalinya aku melihat isi ruangan bersalin.

Inilah waktunya, ucapku dalam hati.

(bersambung..)

Monday, November 18, 2013

Separuh jalan

Ditulis oleh : Adek @retnorightnow



Sudah masuk pekan kedua puluh
sejak dirimu menghuni rahim ibu
sudah separuh jalan, Nak
waktu yang kau habiskan untuk bersiap
sampai tiba saatnya menyapa dunia

Maafkan ibu karena belum rutin menyapamu
menemani dan mengajakmu bicara setiap waktu
bukan ibu tidak senang dengan keberadaanmu
tapi karena ibu yang belum pandai membagi waktu
ya, ibumu ini berbeda, Nak
ibu kini masih duduk di bangku kuliah
masih dalam perjalanan merengguk ilmu
dengan segala suka dan dukanya

Seringkali ibu terpaksa tidur larut malam
berkutat dengan segala tugas
tak jarang perasaan ibu gelisah karenanya
maafkan jika itu mengganggu ketenanganmu
karena harus terlibat dengan kesibukan ibu itu
terlebih ibu masih lalai dengan waktu makan
ibu lupa kini ada hakmu disetiap kali ibu makan

Ketika ibu menemui masalah
kau mungkin akan merasakan kesedihan ibu juga
ketika ibu gagal dan terjatuh
kau mungkin akan merasakan sakit yang ibu rasakan
sungguh ibumu ini hanya orang biasa
yang penuh kekurangan dan kekhilafan
pendewasaan adalah hal yang masih terus ibu pelajari
tapi ketahuilah, Nak
ibu tidak pernah bermaksud menyakitimu
ibu ingin menjadi ibu yang terbaik bagimu

Terlepas dari segala ketidaksempurnaan ibu
ibu sangat bersyukur pada Allah
karena telah mengirimkan kau untuk ibu
kini bertambahlah alasan ibu untuk tetap kuat
untuk selalu berusaha yang terbaik
alasan itu adalah kau, Nak dan juga ayahmu
kalian adalah milik ibu yang sangat berharga
amat sangat berharga
tolong kuatkan ibu selalu

Meskipun ibu belum tau siapa dirimu
apakah seorang muslimah yang cantik hatinya
ataukah seorang muslim yang tangguh pribadinya
tapi ibu bisa merasakan keberadaanmu
lewat samar-samar detak jantungmu di perut ibu
doa ibu dan juga ayah
agar kau sehat selalu
dan kelak menjadi seorang khalifah yang berhati besar
mampu turut membangun peradaban manusia
ibu dan ayah yakin
kau akan menjadi orang yang bermanfaat

Ibu dan ayah akan senantiasa mencintaimu
kami akan sabar menunggu perjumpaan kita
ibu harap kau tak menyesal
memiliki ibu sebagai ibumu
ibu yang jauh dari sempurna
ibu yang berjanji akan terus berusaha
untuk melindungimu dan mengasuhmu kelak
karena sesungguhnya status sebagai seorang ibu
adalah kebahagiaan tak terkira

Sampai jumpa Anakku
salam hangat dari ibu dan ayah..

Monday, September 30, 2013

4 Bulan Menuju Masa: #4 Karma? Aku Lebih Suka Menyebutnya Anugrah

Ditulis oleh: Adek @retnorightnow

Love is one big illusion I'll  should try to forget
but there is something left in my head.. ( MLTR - That's Why)

 
Ya, nampaknya cinta tak bersedia memperpanjang perselisihan ini denganku. Bagaimana pun bagian diriku mengingkarinya, aku tak pernah bisa benar-benar lepas dari keberadaan cinta, atau setidaknya keinginanku untuk berdamai dengan cinta.

Pengaruh dari lingkungan yang penuh dengan cinta. Itulah yang membantuku perlahan-lahan untuk sembuh. Bagaimana tidak? Dianugrahi seorang malaikat terbaik dalam sosok seorang Ibu, yang setiap hari dengan sabar menolongku, melakukan apa saja yang ia bisa untuk membantuku melawan pikiran negatif-ku. Nasihat-nasihatnya bagaikan mantra penenang bagiku yang seringkali gelisah dan doa-doanya, yang terlantun tanpa pernah kudengar langsung, terpancar dari hatinya kala ia membiarkanku menangis, meluapkan perasaanku. Belum lagi beberapa sahabatku, Vini, Kiki dan Ratih, yang kerap menjadi tempat untukku berbagi kisah saat rasa tidak nyaman itu membuncah. Entahlah, jika aku adalah mereka, mungkin aku sudah muak menghadapi diriku, sebagaimana aku sendiri memang muak dengan diriku saat itu. Tapi, ketiga perempuan ini sungguh punya satu kesamaan: mereka punya kemampuan mendengarkan yang baik dan rasa simpati yang besar. Mereka adalah sebagian orang yang menyadarkanku kembali, bahwa cinta itu ada. Mereka hadirkan cinta dalam persahabatan yang indah.

Dan satu lagi yang juga amat penting : Tirai Masa. Disinilah aku menemukan begitu banyak cinta yang tercurah, cinta yang kemudian membawa kami, para anggotanya, menyulap diri menjadi ikatan sebuah keluarga. Dan ya, tak hanya itu, di sinilah aku dan dan Abang saling menemukan.

Tibalah hari wawancara, saat pertamaku berkenalan langsung dengan Tirai Masa. Suatu siang di akhir bulan Maret 2013, aku dan ratih sudah berjanji untuk bertemu Kak Greta, sang kapten Tirai Masa. Sebelumya aku telah mengenal Kak Greta dan aku tau dia adalah muslimah yang asik :) maka aku tau, sesi wawancara kali ini pasti akan sangat menyenangkan. Ah, ternyata bukan hanya kami bertiga saja yang akan ada di lingkaran kecil siang ini. Kak Greta membawaku dan ratih ke klaster FIB dan disana kami menemui seorang laki-laki.

Masih kuingat detail penampilannya kala itu: celana bahan panjang, jaket naruto, ransel hitam besar. Ia berdiri di dekat pohon karet dan, sampai kami datang, ia sedang asik memainkan getah karet yang putih dan lengket di jarinya. Menyadari kedatangan kami bertiga, ia lantas berbalik menghampiri kami, dengan raut wajah gembira khas bocah-nya. Sepersekian detik berikutnya aku menyadari bahwa laki-laki ini adalah sang wakil ketua Tirai Masa, Kak Ryan a.k.a Khryt. Saat pertama melihatnya, aku langsung merasa bahwa ada sesuatu yang berbeda dari orang ini, tapi entah apa itu. Tidak hanya itu, aku juga merasa akan ada sebuah koneksi antara aku dan dia di kemudian hari, tapi aku tak tau koneksi macam apa.

Selanjutnya kami berempat duduk melingkar beralaskan rerumputan dan memulai sesi wawancara siang itu. Bisa dikatakan, wawancara kami saat itu adalah salah satu sesi obral-obrol ter-menyenangkan yang pernah aku ikuti. Tak ada kekakuan, tak ada kecanggungan. Kami saling memperkenalkan diri dan berbagi tentang impian-impian pribadi kami. Saat itu juga kutemukan jawabannya, kenyataan bahwa Kak Greta dan Kak Ryan adalah orang-orang yang memiliki impian besar, yang sungguh berjuang untuk meraih impiannya itu. Aku benar-benar terpana dan seketika itu juga aku langsung mengagumi mereka berdua, terlebih aku baru saja mengenal Kak Ryan. Aku tau, pilihanku untuk bergabung dengan Tirai Masa adalah keputusan yang sangat amat tepat.

Setelah resmi bergabung dengan Tirai Masa, kedua petinggi itu, Kak Greta dan Kak Ryan, menjadi semacam role model bagiku. Aku ingin bangkit dari keterpurukanku dan bergerak, berjuang meraih impianku, seperti yang mereka lakukan. Begitu juga para anggota Tirai Masa yang lain. Mereka mungkin tak akan pernah sadar, betapa mereka semua sangat berkontribusi atas 'kesembuhanku'. Bersama mereka aku mampu melupakan masalahku dan aku sembuh dengan cepat, tanpa kusadari hal itu.

Dua minggu sudah aku bergerak bersama Tirai Masa dan aku semakin bahagia, larut dalam relasi bak kedekatan sebuah keluarga dengan semua anggota Tirai Masa. Kami tidak bisa disebut 'teman biasa' lagi karena ikatan emosional diantara kami sudah sedemikian erat. Kami saling berbagi banyak hal, cerita-cerita bahagia, konyol, rahasia bahkan masalah pribadi kami yang menyedihkan.

Selama itu tak terbesit olehku perasaan istimewa kepada Kak Ryan. Kuanggap dia sebagai kakak, sebagaimana juga sikapnya terhadapku dan anggota Tirai Masa yang lain. Sebagai seorang perempuan, dapat kulihat pribadinya yang penuh perhatian dan hangat kepada kami semua dan sungguh, aku tak ambil pusing dengan spekulasi-spekulasi picisan bahwa ada maksud lain dibalik sikap baiknya kepadaku. Dia adalah pemuda yang baik dan aku yakin itu, itu saja.

Sampai suatu sore, setelah pertemuan Tirai Masa, tanpa ba-bi-bu, Kak Ryan mengutarakan niatnya kepadaku untuk datang ke rumah dan melamarku. Mendengar pernyataannya itu, aku serasa ditarik pindah ke dimensi lain dunia ini. Tidak menjejakkan kaki di darat, tidak menyelam di laut, tidak melayang di angkasa. Perasaanku benar-benar campur aduk, sulit mempercayai kata-katanya, tapi aku yakin dia tidak sedang bergurau. Setelah beberapa saat terbisu, bukan membisu, akhirnya meluncur perkataan silakan-ku kepadanya. Aku sendiri terheran-heran dengan responku. Rasanya, seakan yang menjawab pertanyaannya bukanlah diriku, tapi setiap sel anggota badan dan alam bawah sadarku yang bersatu dan bersekongkol untuk berkata demikian.

Saat itulah akhirnya aku menyadari keberadaannya, perasaanku menyambut perasaanya. Aku bisa merasakan dan mengenali sesuatu yang penting itu, yang mendasari itu semua terjadi. Cinta. Aku mencintainya, sebagaimana ia mencintaiku. Dan keadaan pun berubah, sepenuhnya. Hanya dalam waktu singkat, aku telah kembali menjadi orang yang amat mencintai dan dicintai, dalam makna umum maupun personal. Dari seseorang yang anti dan menolak cinta, menjadi orang yang senantiasa berharap untuk dapat secepat mungkin mewujudkan cinta, dalam pernikahan dengannya.

Karma? Aku lebih suka menyebutnya anugrah.. karena Allah telah benar-benar menyelamatku.. Ia telah mempertemukan aku dengan cinta yang sejati, tepat di saat aku nyaris terjatuh dalam sikap apatis terhadap cinta.

Sunday, August 25, 2013

[VattiMuttips]: Bibit Rezeki Vs Kuliah.

Anak, adalah rezeki yang tak terkira dari Allah, yang kedatangannya juga diiringi garis rezeki yang akan terus mendampinginya selama hidup di dunia. Boleh saja pasangan muda (yang masih kuliah) berusaha untuk menunda kedatangan sang buah hati dengan berbagai metode alami. Tapi percayalah, apabila usaha menunda diganti oleh Allah dengan sebuah pembuahan, hal tersebut patut disyukuri sepatut-patutnya. Pasalnya, di luar sana masih banyak sekali pasangan yang belum juga dikaruniai rezeki tersebut.

Pertanyaan yang sering muncul dari orang lain ketika salah satu pasangan muda dikaruniai bibit rezeki tersebut biasanya sama:

1. Kuliah tetap lanjut atau berhenti?
2.  Kalau lanjut, nanti ada masa-masa mesti cuti kuliah dong?
3. Emang udah siap punya anak?

Ya, mungkin itu 3 dari sekian banyak pertanyaan “ah-masa-sih” yang dilontarkan orang-orang disekeliling kita, termasuk orang tua kita sendiri.

Kawan, kondisi ini sekarang sedang kami alami. Alhamdulillah, saat ini Allah sedang menitipkan amanah di dalam perut Adek Retno. Kurang lebih usianya sudah mencapai angka 7 minggu. Dan luar biasanya perhatian dari lingkungan sekitar yang kerap penasaran.

Satu hal yang kami yakini: “Allah tak mungkin membebankan cobaan di luar batas kemampuan umatnya.”
Lho? Kok cobaan? Ya... Bagi kami setiap Rezeki yang datang pasti sepaket dengan resiko, kawan. Itulah yang mungkin menyebabkan di  saat yang sama nikmat adalah cobaan. So, dengan logika demikian, tak mungkinlah Allah menitipkan rezeki pada umatnya apabila mereka tak mampu menanggungnya. Jadi, kami yakin Allah yakin dengan kemampuan dan kesiapan kami menerima amanah luar biasa ini. Awalnya kami memang tak siap, tapi karena yakin bahwa Allah menganggap kami siap, kami menjadi siap. Hehehe

Lalu, bagaimana dengan studi? Perlukah cuti?

Pada dasarnya kondisi emosi dan fisik ibu hamil harus tetap terjaga. Usahakan pikiran positif tetap menguasai diri. Yah, hitung-hitung ikut menanamkan mental positif juga pada sang buah hati. Kondisi jiwa ibu sehat, bayi selamat. Dan untuk menjaganya, bisa disiasati dengan tidak mengambil sks terlalu banyak. Seperti yang dilakukan mba Suranti (Sastra Indonesia 2010, Istri mas Mujahidin Alfaruqul Adzim, yang juga teman seangkatannya).

Tapi, jika kamu misalnya mesti tetap mengambil sks maksimal (berhubung sudah dipaketkan), tetaplah jalani. Why? Ya... awalnya juga kami ragu, tetapi setelah menyaksikan video ini kami jadi yakin bahwa hamil adalah salah satu bukti sehatya seseorang.

So, atas izin Allah, kami akan terus kuliah tanpa cuti. Karena kami yakin, hamil bukanlah halangan untuk tetap sehat beraktivitas (Kecuali kalau kondisi badan sudah tak bisa diajak kompromi. Hehehe)

See you next time.


Salam Cinta Penuh Kreativitas
VattiMutti.

Sunday, August 18, 2013

4 Bulan Menuju Masa: #3 Suatu Masa Sebelum Kisah Dimulai


Ditulis oleh: Adek @retnorightnow



Sebelum bercerita lebih jauh, aku ingin memulai dengan sebuah pengakuan tentang kondisiku sebelum aku bertemu dengan Abang, yang sudah sedikit digambarkan oleh Abang pada tulisannya sebelum ini.


Sampai awal maret 2013 silam tak pernah terpikirkan oleh ku tentang menikah di usia muda, dalam waktu dekat. Malah, selama berbulan-bulan lamanya aku ini terjangkit semacam ‘penyakit’ : cenderung sebal ketika mendengar apapun tentang pernikahan. Ya, apapun. Setiap mengetahui ada yang menikah (terlebih kalau pasangan yang akan menikah itu masih muda), baik itu saudara, tetangga, artis, teman atau siapapun, aku secara refleks langsung memalingkan muka, hati dan pikiran. Hal yang sama juga terjadi ketika aku tak sengaja melihat baju pernikahan, kue pernikahan, janur kuning pernikahan, undangan pernikahan atau bahkan poster kajian pernikahan..


Sebab ‘penyakit’-ku ini jelas bukan karena aku pernah gagal dalam rumah tangga (aku kan belum pernah menikah saat itu), bukan pula karena pernah melihat kasus KDRT. Bukan karena aku iri karena juga ingin menikah di usia muda, bukan karena aku tidak mengerti bahwa menikah adalah kebutuhan setiap manusia.. Bukan. Sebuah kejadian di masa lalu tanpa sadar telah membuatku takut akan pernikahan dan semakin hari perasaan itu semakin kuat, terlebih karena aku tak pernah benar-benar mencari solusi atas ‘penyakit’-ku ini. Atas nama masa lalu, kubiarkan ia tumbuh tanpa perlawanan dariku. Salah satu hal yang meyebabkan aku berpaling ketika menemui hal-hal yang berhubungan dengan pernikahan : aku merasa kalah dan tak berdaya dibandingkan dengan para pasangan itu, mereka adalah orang-orang yang punya persepsi normal tentang cinta dan pernikahan, sedangkan aku malah terjerat ‘penyakit’ aneh ini. Sungguh tidak adil.


Akhirnya semuanya sudah berada di ambang batas. Dalam diamku, ‘penyakit’ ini sudah semakin parah dan aku hanya punya dua pilihan : sembuh total dan menjadi orang normal atau kalah dan terlabeli sebagai orang yang tidak memiliki keinginan untuk menikah. Rasio dan hati nuraniku pun memberontak, melawan ‘penyakit’ ini. Perlahan-lahan kuproses ulang diriku, kususun kembali persepsi mengenai cinta dan pernikahan. Hal yang paling penting adalah : aku harus sadar dan mau menyadari bahwa aku telah melakukan kesalahan. Kemudian kusadari satu hal : untuk membantu pemulihanku, aku harus banyak bergerak, dalam berbagai arti, agar ‘penyakit’ ini tidak lagi memengaruhiku. Ya, kesendirian dan kediamanku menjadi semacam celah yang terbuka lebar bagi ‘penyakit’-ku untuk memasuki kehidupanku lagi.


Pertengahan Maret 2013, aku berdiri di depan mading gedung VII FIB UI dan memerhatikan sebuah poster dari sebuah komunitas bernama Tirai Masa. “Open Recruitment for Core Team”, itulah tulisan yang tertera di sana. Rasa penasaran membuatku lama berdiri di situ, mencerna setiap sentimeter isi poster itu. Ada empat divisi yang di buka : scholarship, fiction writing, non-fiction writing dan public speaking. Ahh.. benar-benar beruntung. Selama ini aku selalu kagum menyaksikan kepiawaian para public speaker dan selalu ingin bisa berbicara di depan umum sebaik mereka. Terlebih lagi, inilah yang amat kubutuhkan, inilah momentum bagiku untuk bergerak, move on.


Kupandangi satu per satu wajah yang ada di poster itu, membayangkan diriku bergerak bersama mereka dalam komunitas Tirai Masa.. Hanya dua wajah yang kukenal di komunitas itu tapi kurasakan wajah mereka semua begitu bersahabat. Sudah kuputuskan : aku akan bergabung dengan Tirai Masa di divisi public speaking. Entah kenapa, mendadak aku merasa begitu antusias. Kurasakan ada kebahagiaan yang akan menyambutku di depan sana. Aku yakin, Tirai Masa tidak hanya akan membuatku belajar lebih banyak tentang public speaking, tetapi juga sekaligus membuatku lupa akan ‘penyakit’-ku. Setelah bergabung aku pun tau, Tirai Masa memang mewujudkan keduanya, bahkan lebih, melampaui yang kubayangkan.. 


Di Tirai Masa-lah aku bertemu dengannya..